Jumat, 04 April 2014

Tugas SoftSkill I (No. 1)


MISTERI KAKEK TUA


17 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1998, aku bekerja di salah satu pabrik mebel di daerah Logistik, Jakarta Utara. Setiap pulang kerja aku selalu melewati rute perjalanan dari rumah naik angkutan umum lalu turun di jembatan setelah itu jalan kaki sekitar 500 meter jauhnya untuk sampai di perempatan melanjutkan naik bus 43.
Nah, disitu pengalaman horor yang aku alami nih.
Sewaktu selesai bekerja, aku keluar melewati lorong – lorong yang lumayan panjang bersama seorang teman kerja.
“Vin botol minum gue ketinggalan di meja, lo keluar duluan deh.” Ucap Rio sambil mengancang kuda – kuda seperti mau lari maraton.
“Yauda deh gue duluan. Hati – hati lo ada hantu, hihihi.” Jawab gue ngejek.
“Sialan lo Vin.” Kata Rio sambil teriak berlari.
Sesudah keluar melewati lorong aku berjalan menuju halte menunggu bus 43 datang. Akhirnya bus datang, aku duduk dibangku tengah, tidak sengaja aku tertidur lumayan lama. Lalu aku terbangun karena bus berhenti mendadak.
“Pake berhenti segala lagi, lama banget ini bus.” Ucap ku sambil tengok jalanan.
Ternyata ban bus ini kempes, setelah dipompa bus pun kembali berjalan, aku jadi tidak bisa tidur. Kemudian aku melihat bola seperti bola basket tapi berukuran kecil, bola tersebut menggelinding cepat melewati kolong kursi ke seberang kolong kursi, ku perhatikan lebih dekat dan semakin dekat dan bola tersebut pun semakin cepat menggelinding, semakin menggelinding ke arah ku, aku melihat bola tersebut menyerupai kepala buntung, aku langsung teriak seperti wanita yang sedang teriak. Alhasil, membuat penumpang di dalam bus menengok kepadaku.
“Maaf pak, bu, de, kak, nenek dan kakek.” Ucapku sambil mengelus dada.
Setelah melihat perempatan di depan lalu aku berdiri ingin turun.
“Dek mau turun disini? Masih gelap.” Tanya Kakek disebelahku.
“Iya, tak apa kok emang udah rute jalan saya.” Lalu aku turun dan menyeberangi jalan.
“Loh mana haltenya? Perasaan tadi gue liat perempatan, waduuuh salah turun, mana gelap banget lagi” Ucap ku sambil mengernyitkan dahi.
Karena merasa bingung aku putuskan untuk memotong jalan mencari jalan alternatif ketimbang menunggu bis datang ditempat gelap tadi. Aku melewati semak – semak  yang dikanan dan kirinya terdapat banyak pohon pisang semakin jauh, semak – semak tersebut semakin lebat, aku berjalan hanya ditemani terangnya bulan akupun nekat nerusin jalan itu, tiba – tiba semak didepanku bergoyang – goyang dengan cepat, aku terhenti menunggu apa disitu dan aaaa... seekor luwak melewati kakiku.
“Aisshh gue pikir apaan” Ujarku dengan nada kesal.
Aku berjalan lagi dan melihat sebuah tempat persinggahan yang biasa digunakan para petani beristirahat. Aku duduk disana.
“Hah jam 9, kapan sampe nya gue.” Sambil melihat jam tangan, “Ngga ada orang apa disini? Tau gini tadi gue lewat tol. Batre hape gue low, laper lagi.” Ucapku sambil mengelus perut.
Aku terdiam melihat sekeliling, dingin menusuk tubuhku, suara – suara dedaunan yang terhempas oleh angin, mataku tertuju melihat dari kejauhan pohon beringin yang sangat besar sambil memakan jajanan yang tinggal setengah sewaktu istirahat belum sempat kuhabiskan, lalu aku membuang sampahnya di sembarang tempat.
“Dek kalo buang sampah malam – malam izin dulu.” Ucap kakek yang tiba – tiba datang.
 “Loh kakek kapan dan darimana datangnya?” Ucap ku sambil tengok kiri – kanan dan saat ku tengok lagi ke arah kakek berdiri kakek itu hilang seketika,
“Loh kakeknya mana? Baru mau gue tanya jalan.”
Aku pun langsung beranjak pergi meninggalkan tempat itu, udara semakin dingin, entah jalan mana yang harus kutuju. Aku melihat jalan didepanku yang menunjukkan arah melewati pohon beringin yang tadi ku lihat, aku berjalan lalu mendengar suara alunan alat musik gong, semakin dekat menuju pohon tersebut semakin keras bunyi alat musik tersebut dan aku tetap berjalan
“Suara darimana ini? Kok gue jadi merinding gini.” ucap ku dalam hati.
 Aku terhenti melihat sesosok wanita berambut panjang yang terurai menyelimuti gaun putihnya dan wajahnya tidak jelas ku lihat namun aku lebih tertuju melihat dia tidak menapakan kakinya. Sambil mengucapkan nama Tuhan aku menutup mataku.
“Satu.. dua.. tiga..” Ucap ku pelan, aku berbalik dan berlari kencang melewati arah yang tadi kulewati.
“Tadi itu apa? Tadi itu apa? Sumpeh gue mau pulang. Jalan.. Jalan yang tadi mana?.” Ucapku terengah – engah.
Kulihat sekeliling ku terdapat banyak kubangan serta semak - semak yang tingginya hampir menyerupai tinggi badanku, untungnya suara alat musik tadi sudah menghilang.
“Udah jam 12.” Ucapku dalam hati.
Malam semakin gelap, kabut pun semakin tebal dan aku pun masih tetap tidak tau aku berada dimana. Tiba – tiba hujan turun, aku langsung berlari mencari tempat untuk berteduh. Lalu aku menemukan gubuk tua, aku mengetuk pintu,
“Tok tok tok, permisi apa didalam ada orang?” Tanya ku sambil mengetuk pintu.
Ku lakukan itu lebih dari tiga kali. Karena tidak ada jawaban, lalu aku membuka pintu tersebut karena tidak terkunci,  aku melihat didalam ruangan terdapat lampu lentera yang masih menyala dan sebuah tempat tidur yang terbuat dari bambu serta barang – barang tua lainnya.
Aku sangat lelah dan mengantuk, tanpa pikir panjang aku langsung merebahkan badan ku ke tempat tidur dan memejamkan mataku. Tak lama kemudian aku mendengar suara hentakan kaki, bulu kuduk ku merinding, suara itu semakin dekat  dan dekat, lalu terdengar suara pintu terbuka dan tiba – tiba ada yang menepuk pundakku.
“Dek siapa? Kenapa Ade bisa ada disini?” Tanya Kakek itu dengan nada dingin
“Saya Vincent, saya tersesat kek. Ini rumah Kakek?” Jawab ku.
“Iya ini rumah Kakek, Ade tersesat dari mana?” Tanya Kakek sambil menaruh kain yang terikat dimeja.
 “Saya habis pulang kerja Kek, lalu saya salah turun dari bus dan mencari jalan lainnya dan saya tersesat di daerah sini.” Jawab ku.”
Saat sedang asik berbincang dengan Kakek terdengar suara perut ku yang berbunyi.
“Ade lapar? Ini makan dulu, Kakek hanya punya ini.” Tanya Kakek itu sambil  menyodorkan buah – buahan yang berada didalam kain tadi.
 “Terima kasih Kek” Ucapku.
Sambil memakan buah, aku bertanya aku bertanya,
 “Nama Kakek siapa?” Tanyaku,
“Nama saya Budhi Santoso”
Lalu aku memakan buah – buahan itu. Setelah aku selesai memakan buah – buahan tersebut, aku mulai mengantuk lagi dan Kakek pun menyuruhku untuk tidur diatas tempat tidurnya.
“Kakek tidak tidur?” Tanya ku
“Kakek masih belum mengantuk, Ade tidur duluan saja.”
Maka aku membaringkan tubuhku dan memejamkan mataku. Beberapa saat kemudian aku terbangun karena tetesan air hujan membasahi wajahku, lalu aku terkejut melihat sekelilingku adalah kuburan dan aku melihat batu nisan disampingku yang bertuliskan nama Kakek yang berada di gubuk tadi. Tanpa pikir panjang aku berlari kencang meninggalkan tempat itu dan aku tersandung akar pohon yang membuat ku jatuh diatas lumpur tanah yang masih basah karena hujan. Aku bangun dan berjalan tertatih karena sakit dibagian kakiku, kulihat jam yang sudah menunjukkan pukul 04:30. Lalu aku mendengar suara adzan dan aku berjalan menuju suara itu.
Sesampainya aku di mushola, aku membersihkan tubuhku dan mengerjakan sholat. Sesudah itu aku bertanya kepada makmum yang berada disampingku, lalu aku ditunjukkan arah pulang menuju keluar dari kampung ini, aku langsung bergegas menyiapkan barang – barang bawaanku  dan berjalan mengikuti arah yang ditunjukkan orang tadi.
Sesampainya di pinggir jalan, aku menunggu bus datang.
“Hah jam 9 ! Udahlah gue pulang aja.” Kata ku lemas.
 Bus pun datang dan aku duduk dibangku paling belakang, aku pun tertidur...
Sampai dirumah aku langsung merebahkan tubuhku di ranjangku,  lalu pembantuku memanggil karena ada kiriman datang dan akupun terheran – heran apa isi dan siapa pengirimnya. Lalu aku bergegas kebawah, aku langsung membuka kotak kiriman itu dan ternyata isinya adalah sebuah lentera yang pernah kulihat sebelumnya, aku melihat kartu nama yang terdapat didalam kotak kiriman tersebut, aku pun terkejut melihat kartu nama tersebut adalah nama Kakek yang pernah aku jumpai sebelumnya di gubuk itu. Lalu aaaaa....aku berteriak dan  berlari masuk ke kamarku.

~~~~~~~~~~THE END~~~~~~~~~~

NAMA          : MUFARROHAH
NPM             : 45213670
KELAS         : 1DA02



Tugas SoftSkill I (No.2)


Sistem kerja Rodi (Kerja Paksa) pada masa penjajahan Belanda

Kerja Rodi memiliki arti kerja tanpa upah, tanpa istirahat kerja yang dilakukan secara paksa, demi membangun sebuah benteng dan jalan raya, tanpa membantah apa yang telah diperintahkan oleh tentara Belanda, dan menuruti apa yang diperintahkannya.

            Memasuki abad ke-19, kekuasaan Belanda di Indonesia berada di bawah Pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi sebelum negara kolonial benar-benar berfungsi berdasarkan prinsip baru tahun 1803 seiring dengan nota yang diajukan oleh Dirk van Hogendorp. Perancis terlebih dahulu telah menduduki Belanda.
            Revolusi Perancis tahun 1789 mengakibatkan negeri Belanda diduduki oleh Perancis. Perancis yang merasa telah menguasai Belanda bertindak tegas. Wilayah Belanda digabung ke dalam wilayah kekuasaan negara Perancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte. Adik Napoleon Bonaparte yang bernama Louis Napoleon diangkat menjadi raja Belanda. Pada tahun 1808, Louis Napoleon mengirim Herman Williem Daendels ke Indonesia untuk menjadi gubernur jenderal.

Tugas Daendels di Indonesia adalah:
a. Mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris
b. Mengatur pemerintahan di Indonesia termasuk membereskan keuangan

Tanggal 1 Januari 1808, Daendels tiba di Indonesia kemudian ia melakukan beberapa tindakan revolusioner, di antaranya adalah:
a. Menjalankan pemerintahan diktator
b. Menjalankan Kerja Rodi, seperti membangun Jalan Raya Pos (Grote Post Weg) dari Anyer sampai Panarukan sepanjang + 1.000 km
c. Membangun armada laut di Merak dan Ujung Kulon
d. Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya
e. Membagi pulau Jawa menjadi sembilan perfectur (semacam keresidenan)
f. Mengubah kedudukan bupati dari penguasa tradisional menjadi aparat pemerintah
g. Mencampuri masalah-masalah tata cara keraton, seperti dalam pengangkatan kepala daerah dan upacara penghormatan istana (keraton)
h. Menurunkan tahta Sultan Banten yang dianggap gagal membangun pelabuhan di Ujung Kulon, dan menggantikannya dengan Sultan Muhammad Alyudin

Pada tanggal 15 Januari 1808 Daendels menerima kekuasaan dari Gubernur Jenderal Weise. Daendels dibebani tugas mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, karena Inggis telah menguasai daerah kekuasaan VOC di Sumatra, Ambon, dan Banda. Sebagai gubernur jenderal, langkah-langkah yang ditempuh Daendels, antara lain:

     1)    Meningkatkan jumlah tentara dengan jalan mengambil dari berbagai suku bangsa di  Indonesia.
     2)    Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
     3)    Membangun pangkalan armada di Anyer dan Ujung Kulon.
     4)    Membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan, sepanjang ± 1.100 km.
     5)    Membangun benteng-benteng pertahanan.

Dalam rangka mewujudkan langkah-langkah tersebut Daendels menerapkan sistem kerja paksa (rodi). Selain menerapkan kerja paksa Daendels melakukan berbagai usaha untuk mengumpulkan dana dalam menghadapi Inggris. Langkah tersebut antara lain:

       1.    Mengadakan penyerahan hasil bumi (contingenten).
   2. Memaksa rakyat-rakyat menjual hasil buminya kepada pemerintah Belanda dengan harga murah      (verplichte leverantie).
     3.    Melaksanakan (Preanger Stelsel), yaitu kewajiban yang dibebankan kepada rakyat Priangan untuk  menanam kopi.
    4.   Menjual tanah-tanah negara kepada pihak swasta asing seperti kepada Han Ti Ko seorang pengusaha  Cina. Kebijakan yang diambil Daendels sangat berkaitan dengan tugas utamanya yaitu untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.Berikut ini kebijakan-kebijakan yang diberlakukan Daendels terhadap kehidupan rakyat :

 a.    Semua pegawai pemerintah menerima gaji tetap dan mereka dilarang melakukan  
        kegiatan perdagangan.
 b.    Melarang penyewaan desa, kecuali untuk memproduksi gula, garam, dan sarang burung.
 c.    Menerapkan sistem kerja paksa (rodi) dan membangun ketentaraan dengan melatih
        orang-orang pribumi.
 d.    Membangun pelabuhan-pelabuhan dan membuat kapal perang berukuran kecil.

            Daendels memerintah dengan tangan besi. Semua kebijakan Daendels telah menumbuhkan kebencian di hati rakyat Indonesia. Akibat tindakan yang amat keras itu, Daendels mendapat julukan Tuan Besar Guntur, Jenderal Mas Galak, atau Marsekal Besi.
Tindakan Daendels tersebut telah mengundang protes, baik dari rakyat Indonesia maupun dari bangsa Belanda sendiri. Akhirnya ia dipanggil pulang ke negerinya dan digantikan oleh Gubernur Jenderal Willem Jansens.


NAMA                   : MUFARROHAH
NPM                      : 45213670
KELAS                  : 1DA02